Competence for Sustainable Productivity

Permenaker No. 37 Tahun 2016: Penjelasan Lengkap dan Aplikasinya

Shared

Facebook
Twitter
LinkedIn
Implementasi Permenaker No. 37 Tahun 2016 dalam Pelatihan K3

Permenaker No. 37 Tahun 2016 adalah peraturan teknis yang mengatur keselamatan kerja untuk Pesawat Uap dan Bejana Tekan (PUBT). Ini merupakan langkah langsung dari UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Tujuan dari regulasi ini adalah untuk memastikan bahwa setiap alat bertekanan di tempat kerja dapat beroperasi dengan aman, efisien, dan sesuai dengan standar baik nasional maupun internasional.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah hal yang sangat penting dalam setiap kegiatan industri, terutama yang melibatkan alat bertekanan tinggi seperti pesawat uap, bejana tekan, dan tangki udara. Kecelakaan yang disebabkan oleh ledakan atau kebocoran dari alat-alat ini bisa sangat berbahaya, tidak hanya merugikan perusahaan tetapi juga mengancam keselamatan para pekerja dan lingkungan sekitar. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker RI) telah mengeluarkan dua regulasi utama, yaitu:

  1. Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, dan
  2. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No. 37 Tahun 2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pesawat Uap dan Bejana Tekan.

Kedua Regulasi ini menjadi dasar yang penting dalam pelaksanaan K3 PUBT, sekaligus menjadi panduan bagi perusahaan dan tenaga ahli untuk mencegah risiko kecelakaan kerja.

Dasar Hukum Keselamatan Kerja: UU No. 1 Tahun 1970

UU No. 1 Tahun 1970 (sumber: peraturan.go.id) adalah landasan hukum nasional yang mengatur keselamatan kerja di seluruh tempat kerja di Indonesia. Beberapa poin penting dari undang-undang ini meliputi:

  • Pasal 3: Mengatur kewajiban pengusaha untuk menyediakan sarana dan kondisi kerja yang aman.
  • Pasal 9–14: Menjelaskan peran pengawas dan ahli keselamatan kerja.
  • Pasal 15: Menegaskan sanksi bagi pelanggaran yang mengakibatkan kecelakaan kerja.

Undang-undang ini berfungsi sebagai “payung hukum” bagi berbagai peraturan turunan, termasuk Permenaker No. 37 Tahun 2016, yang secara khusus mengatur keselamatan alat bertekanan seperti boiler dan bejana tekan.

Permenaker No. 37 Tahun 2016: Ruang Lingkup dan Tujuan

Permenaker ini diterbitkan oleh Kemnaker RI pada tahun 2016 sebagai pembaruan dari peraturan lama No. 01/MEN/1988 agar lebih sesuai dengan perkembangan teknologi dan standar internasional.

Menurut Pasal 2 Permenaker 37/2016, ruang lingkupnya mencakup:

  • Perencanaan, pembuatan, pemasangan, pengoperasian, perawatan, dan pemeriksaan pesawat uap dan bejana tekan.
  • Penetapan sertifikasi laik operasi (SLO) oleh Kemnaker setelah dilakukan inspeksi.
  • Pengaturan kualifikasi tenaga kerja seperti operator, teknisi, dan Ahli K3 PUBT.

Tujuan utamanya adalah untuk memastikan bahwa setiap alat bertekanan di tempat kerja aman digunakan, berfungsi dengan baik, dan tidak menimbulkan risiko kecelakaan bagi pekerja.

Tanggung Jawab dan Kewajiban dalam Permenaker 37/2016

Berdasarkan peraturan ini, ada beberapa tanggung jawab utama yang perlu diperhatikan:

1. Pengusaha/Pemilik Alat

  • Mereka harus memastikan bahwa setiap PUBT memiliki sertifikat laik operasi (SLO) yang sah dari Kemnaker.
  • Melakukan pemeriksaan rutin setidaknya sekali dalam setahun oleh Ahli K3 PUBT yang sudah bersertifikat.
  • Melaporkan hasil pemeriksaan dan pengujian kepada pengawas K3 di Kemnaker.

2. Ahli K3 PUBT

  • Mereka bertugas melakukan inspeksi dan pengujian sesuai dengan prosedur yang berlaku.
  • Memberikan rekomendasi tentang kelayakan operasi atau menghentikan sementara alat jika ada bahaya yang terdeteksi.
  • Menjadi penghubung teknis antara perusahaan dan pemerintah dalam hal keselamatan PUBT.

3. Sanksi dan Konsekuensi

Jika perusahaan mengabaikan ketentuan ini, Pasal 50 Permenaker 37/2016 menetapkan sanksi administratif yang bisa berujung pada pencabutan izin operasi. Ini juga sejalan dengan Pasal 15 UU No. 1 Tahun 1970, yang mengatur sanksi pidana bagi pelanggaran berat.

Aplikasi di Lapangan: Implementasi K3 PUBT

Menerapkan regulasi PUBT di industri membutuhkan pendekatan yang terstruktur:

1. Melakukan inventarisasi alat bertekanan yang dimiliki oleh perusahaan.
2. Melaksanakan pemeriksaan awal dan mendapatkan sertifikasi laik operasi.
3. Menyediakan pelatihan dan sertifikasi untuk tenaga kerja melalui lembaga pelatihan resmi seperti HSE SkillUp.
4. Melakukan pemeriksaan berkala setiap tahun.
5. Melaksanakan audit internal K3 untuk memastikan kepatuhan yang berkelanjutan.

Penerapan-regulasi-PUBT-di-industri-memerlukan-pendekatan-sistematis

 

Khusus bagi pekerja yang menangani alat seperti boiler dan bejana tekan, pelatihan mengenai prinsip kerja, tekanan, suhu, dan metode pengujian sangat penting.

Anda dapat membaca lebih lanjut tentang jenis alat ini di artikel: 

👉 Jenis Bejana Tekan dan Fungsinya

Perbandingan dengan Regulasi dan Standar Internasional

Dalam konteks global, ada beberapa standar penting yang menjadi acuan utama PUBT, antara lain:

  • ASME Boiler and Pressure Vessel Code (BPVC) – ini adalah standar teknis internasional yang mengatur desain dan pengujian bejana tekan.
  • ILO Convention No. 155 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) – konvensi ini menekankan tanggung jawab pengusaha dalam mencegah kecelakaan kerja.
  • ISO 45001:2018 – ini adalah standar sistem manajemen K3 yang berbasis risiko.
AspekPermenaker 37/2016ASME / ISO 45001
FokusKepatuhan hukum nasionalPencegahan berbasis sistem manajemen
Penanggung jawabAhli K3 PUBT bersertifikatSafety/QHSE Manager
PengawasanOleh Kemnaker RIOleh badan sertifikasi independen
TujuanKepatuhan dan keselamatan nasionalIntegrasi global & pencegahan proaktif

Dengan menerapkan kombinasi regulasi nasional dan standar internasional, perusahaan dapat meningkatkan reliabilitas operasional, reputasi keselamatan, dan daya saing global.

Data dan Studi Kasus

Mari kita lihat data dan studi kasus yang menarik ini. Menurut informasi dari Kemnaker RI (2023), kecelakaan yang disebabkan oleh alat bertekanan masih menjadi salah satu penyebab utama insiden kerja di sektor manufaktur dan energi. ILO juga mencatat bahwa lebih dari 2,3 juta pekerja di seluruh dunia kehilangan nyawa setiap tahun akibat kecelakaan dan penyakit yang terkait dengan pekerjaan (ILO, 2020).

Salah satu studi kasus di Indonesia menunjukkan bahwa kegagalan bejana tekan akibat pemeriksaan yang tidak rutin bisa menyebabkan ledakan besar, merusak area produksi, dan bahkan mengakibatkan korban jiwa. Namun, sejak diterapkannya Permenaker 37/2016 dan meningkatnya jumlah Ahli K3 PUBT bersertifikat, jumlah kasus serupa telah menurun secara signifikan di beberapa wilayah industri (Kemnaker, 2022).

Permenaker No. 37 Tahun 2016 dan UU No. 1 Tahun 1970 merupakan dua pilar utama dalam pelaksanaan keselamatan kerja di Indonesia, terutama di sektor Pesawat Uap dan Bejana Tekan (PUBT). Keduanya tidak hanya memastikan bahwa semua pihak mematuhi hukum, tetapi juga membantu membangun budaya keselamatan yang berkelanjutan.

Untuk menerapkan regulasi ini dengan efektif, kita perlu dukungan dari tenaga kerja yang kompeten, sistem manajemen K3 yang baik, serta komitmen dari manajemen untuk melakukan inspeksi berkala dan pelatihan.

FAQ (Pertanyaan Umum)

1. Apa itu Permenaker No. 37 Tahun 2016 dan apa tujuannya?

Permenaker 37/2016 adalah peraturan teknis yang mengatur keselamatan kerja pada Pesawat Uap dan Bejana Tekan, dengan tujuan mencegah kecelakaan akibat tekanan tinggi di tempat kerja.

2. Apa hubungan Permenaker 37/2016 dengan UU No. 1 Tahun 1970?

UU No. 1 Tahun 1970 menjadi dasar hukum keselamatan kerja, sedangkan Permenaker 37/2016 merupakan aturan pelaksana yang fokus pada alat bertekanan.

3. Siapa yang wajib memiliki sertifikasi Ahli K3 PUBT?

Setiap perusahaan yang mengoperasikan alat bertekanan wajib memiliki Ahli K3 PUBT bersertifikat Kemnaker RI untuk melakukan pemeriksaan dan pengawasan internal.

4. Bagaimana proses pemeriksaan bejana tekan dilakukan?

Pemeriksaan dilakukan oleh Ahli K3 PUBT meliputi uji tekanan, visual inspection, dan verifikasi dokumen teknis sebelum diterbitkan sertifikat laik operasi.

5. Apa manfaat memiliki tenaga kerja bersertifikat K3 PUBT?

Meningkatkan keselamatan, menurunkan risiko kecelakaan, memastikan kepatuhan hukum, dan meningkatkan kepercayaan pelanggan serta auditor eksternal.

 

Kepatuhan terhadap Permenaker No. 37 Tahun 2016 dan UU No. 1 Tahun 1970 bukan sekadar kewajiban hukum, tetapi investasi strategis untuk melindungi aset terpenting perusahaan: manusia dan operasionalnya.

Tingkatkan kepatuhan dan kompetensi perusahaan Anda dengan mengikuti Pelatihan Sertifikasi Ahli K3 PUBT Kemnaker RI bersama HSE SkillUp — mitra tepercaya dalam pengembangan SDM dan penerapan K3 nasional.

 

 

HSE SkillUp

HSE SkillUp adalah mitra strategis pengembangan kompetensi HSE melalui pelatihan, sertifikasi, dan konsultasi berbasis standar nasional maupun internasional untuk menciptakan budaya kerja aman, sehat, dan berkelanjutan.

Categories